Monday, December 14

Apa itu Quarterlife Crisis?

Pernahkah dalam hidup Anda sering muncul pertanyaan-pertanyaan seperti:
"Mau sekolah sampai kapan, ya?"
"Setelah lulus, lanjut sekolah lagi atau kerja?"
"Kapan nikah?"
"Mau hidup satu kota sama keluarga atau pisah?"
"Loh? Kok dia sudah mampu beli mobil sendiri?"
"Ini gaji kok cuma segini?"
"Habis ini mau ngapain, ya?"


Atau pertanyaan-pertanyaan sejenis lainnya yang selalu membuat Anda bingung, khawatir, takut, atau galau dalam menghadapi hidup? Jika salah satu diantaranya pernah muncul, atau bahkan semua pertanyaan tersebut selalu menghantui keseharian Anda, bisa jadi saat ini Anda sedang mengalami suatu fase dalam hidup yang disebut Quarterlife Crisis.

Apa itu quarterlife crisis?

Dilihat dari segi bahasa, quarterlife crisis terdiri dari kata quarterlife dan crisis. Quarterlife merujuk pada masa di mana manusia berada pada seperempat awal kehidupan. Bisa diartikan pada usia remaja hingga memasuki dewasa awal. Sementara crisis juga berarti masa di mana banyak muncul masalah atau kesulitan yang membutuhkan suatu keputusan yang sulit pula. Keadaan ini diperburuk dengan sifat remaja, terutama pria, yang dengan rasa gengsi yang tinggi sering menganggap suatu masalah hanya dialami oleh dirinya dan merasa mampu menyelesaikannya sendiri.

Quarterlife crisis pertama kali dipopulerkan oleh Alexandra Robbins dan Abby Wilner dalam bukunya yang berjudul Quarterlife Crisis: The Unique Challenge of Life in Your 20s. Istilah ini analog dengan istilah midlife crisis yang sudah lebih dulu populer sebelumnya.

"Namun, akumulasi perubahan dan hal baru pada akhirnya lebih sering membuat seseorang kewalahan, panik,  atau bahkan tidak tahu harus berbuat apa. Saat itulah Quarterlife crisis terjadi."

Dalam bukunya, Alexandra Robbins dan Abby Wilner mengartikan quarterlife crisis sebagai masa dalam kehidupan manusia di mana terjadi perubahan yang besar, terutama dalam hal tanggung jawab. Perubahan yang terjadi juga disertai banyaknya hal baru yang harus dihadapi saat memasuki masa tersebut. Pada kasus tertentu, keadaan ini mungkin dianggap sangat menarik dan dapat membuat seseorang lebih bersemangat. Namun, akumulasi perubahan dan hal baru pada akhirnya lebih sering membuat seseorang kewalahan, panik,  atau bahkan tidak tahu harus berbuat apa. Saat itulah Quarterlife crisis terjadi. Dampaknya, kondisi ini sering menimbulkan kekhawatiran, membuat seseorang merasa jalan hidupnya tidak jelas, atau tidak jarang pula berakhir dengan depresi.

Lalu, siapa saja yang berisiko mengalami fase ini? Pastinya Anda tidak sendirian.

Dari sisi usia, masa quarterlife dimulai pada akhir dekade kedua kehidupan hingga usia kepala tiga, masa di mana seseorang mulai masuk ke dunia yang “sebenarnya”. Ada banyak terminologi lain yang juga mengarah pada masa quarterlife, seperti boomerang generation.

Boomerang generation diartikan sebagai generasi yang sudah berakhir masa pendidikannya atau sudah seharusnya bekerja. Namun, dengan berbagai alasan dirinya merasa belum mampu atau belum mau bekerja dan memilih untuk kembali hidup bersama keluarga atau orang tuanya.


Beberapa hal yang sering dihadapi saat Anda memasuki usia quarterlife.


Di Amerika, generasi ini juga populer dengan sebutan twixters (diambil dari kata between). Diartikan sebagai generasi yang berada di masa peralihan antara masa remaja dan dewasa. Di Britania Raya, sebutan NEET (Not in Education, Employment, or Training) juga pernah populer sebelum akhirnya juga populer di daratan Asia. Sementara di Jepang, masalah ini lebih banyak terjadi pada pria sehingga muncul sebutan hikikomori yang mengarah pada pria yang mengalami quarterlife crisis. Selain itu, terminologi furiita (freeter dalam bahasa Inggris) dan parasaito shinguru (parasite single) juga sering digunakan di Jepang.

Jika disesuaikan dengan masa saat ini, generasi yang mungkin sedang berjuang menghadapi quarterlife crisis adalah generasi yang dilahirkan pada tahun 80an hingga 90an. Generasi ini lebih populer dengan sebutan Generasi MTV, Generasi Y, atau di Indonesia disebut dengan Generasi 90an.

"Generasi ini lebih populer dengan sebutan Generasi MTV, Generasi Y, atau di Indonesia disebut dengan Generasi 90an."


Pria juga cukup rentan mengalami krisis dalam fase ini karena pada umumnya pria merasa dirinya memiliki tanggung jawab yang lebih besar dibanding wanita, terutama dalam hal mencari uang atau menafkahi keluarganya. Bahkan, seorang pria bisa saja merasa khawatir saat melihat teman sebayanya sudah bisa memiliki barang-barang mahal untuk sekadar hobi, sementara dirinya tidak mampu.

Kesimpulannya, suka ataupun tidak, masa quarterlife adalah fase dalam kehidupan yang tidak bisa Anda hindari. Yang harus Anda pikirkan adalah bagaimana mencari solusi dalam menghadapi segala masalah sehingga pertanyaan-pertanyaan di atas dapat terjawab dan tidak menyebabkan krisis dalam kehidupan.


Lalu, bagaimana solusinya? Solusi dalam menghadapi Quarterlife crisis akan dibahas di artikel “Apa itu Quarterlife Crisis? –bagian II-“.

No comments:

Post a Comment